9 Aug 2016

Secangkir Kopi Cinta



Suara klakson terdengar dari luar. Disusul dengan suara teralis gerbang yang diseret dengan terburu-buru oleh Mang Ujang. Melia yang sedang bertelekan di sofa sembari membaca majalah wanita segera beranjak ke arah beranda depan. Ia tahu Arman suaminya telah pulang.

Seperti biasa, Arman memasukan mobil SUV merah metaliknya ke dalam garasi dan Mang Ujang kembali menutup gerbang. Sementara Melia kembali duduk di sofa dengan dada yang berdebar. Ia merasa ragu dengan apa yang akan ia lakukan. Bahkan lihatlah, kedua tangannya terlihat gemetaran ketika ia mencoba menuangkan minuman ke atas gelas bening untuk Arman.

Tak berapa lama Arman muncul dari arah pintu dan serta merta Melia tersenyum padanya. ”Sudah pulang, Mas.”

Arman mengerutkan keningnya dan menatap Melia dengan tatapan penuh selidik. Kemudian dengan acuh tak acuh melepas sepatunya dan merebahkan dirinya di sofa.

“Mau minum?” tanya melia dengan nada gemetar. Sebenarnya ia ragu apakah tawarannya terdengar tulus atau tidak. Sementara tangan kanannya sudah siap mengambil gelas yang tergeletak di meja.
Arman menyipitkan matanya dan kembali menatap melia dengan tatapan penuh selidik. ”Maksud lu apa sih?”

“Mas Arman cape kan? Barangkali mau dibuatkan kopi sama Melia?”

Kini Arman tertawa satir. ”Heh, lu kesurupan jin ya. Tumben panggil gue mas. Gue nggak butuh basa-basi lu.” Dan ia bangkit dari sofa. Berlalu dari hadapan Melia.

Melia mendengus kesal dan melempar bantal sofa. Ingin rasanya ia membanting gelas yang ada di hadapannya itu. Ternyata saran Ustadzah Aminah tak bisa ia kerjakan dengan baik.  Gagal total.

***

”Rasulullah adalah lelaki yang paling agung di dunia ini. Bahkan ia yang paling baik budi pekertinya terhadap istrinya. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Rasulullah sering membantu beberapa urusan domestik rumah tangga yang biasa dikerjakan istrinya. Bahkan Rasulullah menambal sendalnya dan menjahit bajunya sendiri.

Dalam riwayat yang lain disebutkan tak pernah sekalipun rasulullah marah dan menghardik istrinya. Bahkan ketika istrinya marah, rasulullah membalasnya dengan senyum dan canda.”

Melia mendengarkan penuturan ustadzah aminah dengan hati yang gerimis. Sebetulnya hatinya menangis. Andai saja Arman suaminya bisa bersikap manis layaknya Rasulullah terhadap istrinya. Ah, bukan begitu! Andai saja ia tidak dijodohkan dengan Arman oleh orang tuanya. Andai saja ia jadi menikah dengan Fatih yang telah bersemayam di singgasana hatinya sejak zaman putih abu-abu dulu. Tapi apa hendak dikata, takdir telah berkata lain.

Melia berusaha mengenyahkan semua bisik hatinya dan kembali menyimak penuturan Ustadzah Aminah yang menjelaskan bagaimana membentuk keluarga sakinah dan peran istri dalam mendukung suami.

Tak terasa waktu kajian sudah habis. Para jamaah ibu-ibu yang notabene para penghuni perumahan Puri Asri itu sudah bubar sejak sepuluh menit yang lalu. Sementara Melia masih duduk di teras masjid dan sesekali melongok ke dalam masjid. Matanya melihat Ustadzah Aminah yang masih berbicara dengan seorang ibu paruh baya yang sedang berkonsultasi.

Sepuluh menit kemudian Ustadzah Aminah keluar dari masjid dengan menenteng tas putihnya. Serta merta melia menghampirinya dan menyalamaninya. ”Assalamualaikum Bu Ustadzah.”

“Waalaikum salam warohmatullahi wabarokatuh. Ada yang bisa saya bantu mbak?”

Melia menghela nafas. ”Saya ingin curhat sama ibu. Tapi tidak disini. Kalau sekiranya boleh, kapan-kapan saya ingin berkunjung ke rumah ibu. Itu pun kalau ibu punya waktu.”

Ustadzah Aminah tersenyum. ”Tentu saja mbak. Eh, dengan mbak siapa ini?”

“Melia.”

“Oke mbak Melia...” ustadzah Aminah merogoh tas putihnya, ”Ini kartu nama saya. Mbak bisa datang hari rabu atau hari jumat. Insya Allah saya di rumah dan waktunya juga longgar.”

Melia menerima kartu nama itu dengan antusias. ”Terimakasih banyak Bu Ustadzah.”

“Iya sama-sama. Pokoknya jangan sungkan-sungkan ya. Tapi kalau mau berkunjung hubungi saya dulu ya.” ujar Ustadzah Aminah dengan senyum mengembang. ”Saya duluan ya Mbak. Assalamualaikum...”

“Waalaikum salam.”

Melia menimang-nimang kartu nama itu dan tersenyum tipis. Semoga menjadi awal yang baik untuk niat yang baik Ya Allah

***

“Saya turut prihatin dengan masalah yang Mbak Melia hadapi. Tapi saran saya, cobalah mbak untuk bisa bersikap baik di hadapan suami Mbak Melia. Karena bisa jadi tidak ada yang mau mengawali itikad baik diantara Mbak dan suami.”

Melia menganggukan kepala. ”Inya Allah saya akan mencobanya.” Ia sadar, selama ini ia tak pernah merasa perlu untuk mengawali komunikasi yang baik dengan Arman. Sikap buruk Arman ia balas dengan keburukan yang serupa.

“Dan satu hal yang jangan dilupakan. Perkuat kesabaran ketika menghadapi suami Mbak Melia. Bisa jadi sulit untuk mengawali komunikasi yang baik setelah sekian lama terjadi kerenggangan. Tapi tak ada yang mustahil untuk merubahnya.”

Melia kembali mengangguk.

“Ini saya punya buku bagus untuk bahan referensi mbak.” Ustadzah Aminah menyodorkan sebuah buku berukuran sedang dengan cover berwarna merah jambu. Di covernya tertulis; Jurus Jitu Memikat Hati Suami.

***

Hari masih pagi ketika Melia menghidangkan sarapan di meja. Ia kembali menatap kalender yang terpampang di dinding. Tidak salah lagi, ini hari sabtu. pastinya Arman akan berangkat lebih pagi dari biasanya karena ada apel pagi di kantornya. Melia kembali berkutat dengan urusan meja makan. Kali ini ia menuangkan susu panas ke dalam teko.

Tak berapa lama Arman keluar dari kamarnya dengan sikapnya yang acuh.

“Sarapan dulu, mas.”ujar Melia dengan senyum yang mau tak mau harus ia paksakan bertengger di bibirnya.

Arman kembali melipat keningnya demi melihat meja makan yang berbeda dari biasanya.
“Barangkali mas Arman bosan makan di kantin kantor. Sesekali boleh dong nyobain masakan Melia.” tawar Melia masih dengan senyum yang sama. “Pagi ini aku memasak tempe bacem dan ayam penyet kesukaan mas.”

Arman mendengus. ”Lu maunya apa sih Mel. Sejak kapan lu belajar sandiwara?”

Senyum Melia pudar seketika. ”Saya bukan sedang bersandiwara mas. Saya hanya ingin mencoba menjadi istri yang baik.”

“Persetan! Lagi pula apa yang saya harapkan dari istri macam kamu. Tak ada!”

”Ya sudah! Gue nggak maksa kok!” seru Melia dengan ketus.  Kali ini kesabarannya sudah habis. Gagal sudah usahanya pagi ini. Padahal sejak kemarin ia mempersiapkannya. Dari mulai bertanya kepada mertua tentang masakan kesukaan Arman. Nyatanya, masakan yang susah-susah ia buat tak tersentuh sama sekali.

Arman kembali mendegus dan berlalu dari hadapan Melia.

Oh my God! Kenapa aku tak bisa sabar? Harusnya aku tak perlu menjawabnya ketus. Melia benar-benar menyesal dengan  kata-katanya barusan

Tak berapa lama Arman kembali ke dalam kamar. Ia tampak seperti kebingungan mencari sesuatu. Beberapa kali ia membuka pintu lemari dan menyingkap semua gantungan bajunya. Melia hanya tersenyum dan menatap geli. ”Mas mencari jas hitam itu kan?”

Arman menatap melia curiga. ”Lu sudah pintar membuat gue kesal ya! Lu sembunyiin?”

“Tadi pagi aku setrika. Soalnya udah kelihatan kusut banget.” jawab Melia enteng. Ia beranjak menuju sandaran sofa dan mengambil jas hitam yang tergeletak di sana. ”Nih!”

Arman mengambilnya dengan sentakan kasar dan mengenakannya. Tampaknya ia salah tingkah dan merasa tidak nyaman dengan semua “sandiwara” Melia pagi ini.

Arman kembali menuju ruang depan. Mengambil tas hitamnya dan kembali dibuat “shock” ketika ia hendak meraih sepatu pantofel hitam di rak sepatu. Sepasang sepatu yang biasa ia pakai telah hitam legam oleh polesan semir. Diam-diam ekor mata elangnya menatap Melia yang pura-pura sibuk di meja makan.

Arman menghela nafas dan berlalu menuju halaman depan. Sejak dua puluh menit yang lalu Mang Ujang sudah mengeluarkan SUVnya dan memanaskan mesinnya. Ia menatap arlojinya, terlambat sepuluh menit dari jadwal berangkat. Maklum, ia bangun agak kesiangan hanya gara-gara tidur larut demi menonton pertandingan Liga Inggris semalam.

Selama perjalanan menuju kantor, benak Arman masih sibuk memikirkan tentang sandiwara pagi yang dimainkan Melia tadi. Diam-diam hatinya yang selama ini jumawa mulai goyah. Benarkah Melia bersandiwara?

***

Hari minggu yang cerah.

“Kopinya mas.” Melia mengangsurkan secangkir kopi hitam di atas meja kecil. Ia juga tahu suaminya maniak kopi hitam. Bagaimana tidak tahu, hampir tiap pagi suaminya membuat kopi hitam. Tapi kali ini Melia berusaha membuatkan kopi hitam sebelum Arman membuatnya sendiri.

Arman menatap Melia. Bukan dengan tatapan penuh selidik. Bukan pula tatapan yang mengejek. Tapi tatapan yang ganjil dengan perasaan yang sama-sama ganjil. ”Terimakasih.”ujarnya yang nyaris tak terdengar. Hanya gumaman kecil yang hampir tercekar di kerongkongannya.  Bahkan ia sendiri tak yakin bisa mengucapkan ungkapan itu di hadapan Melia. Ia meyeruput kopi tersebut. Entah kenapa, kali ini ia merasakan sensasi yang berbeda dari kopi hitam itu.

“Mel!”

“Ya?”melia menelengkan wajahnya dan meletakan koran di meja. ”Kopinya kurang gula ya?” tanya melia penuh selidik.

Arman tersenyum. Ini adalah senyum pertamanya untuk Melia istrinya. Senyum yang mampu menggetarkan relung hari Melia. Senyum sebagai tanda bahwa Melia berhasil menjalankan “misinya” sebagai istri yang berbakti.

“Kok malah senyum-senyum sih?”

“Nggak. Cuma kok kopinya manis banget. Kayak kamu.”

Kali ini melia tersipu. Pipinya merona merah layaknya seorang remaja putri yang mengalami cinta pertamanya.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

7 comments:

  1. Ceritanya bagus. Tapi kenapa nama-nama orangnya pakai huruf kecil Min? hehe.. Jangan lupa kunjungi blogku ya? aku juga nulis tentang kopi. Haha tapi jangan kaget ya? karena masih belum sekaliber JK. Rowling.. :D

    http://chaedarrizal.blogspot.co.id/2016/08/romeo-juliet-dan-kopi-jahe.html

    ReplyDelete
    Replies
    1. punya gue juga dong tolong kunjungi

      Delete
    2. Terimakasih sudah berkunjung. iya nih, soalnya buru-buru nngetiknya. hehe

      Delete
  2. ceritanya bagus. oh ya jangan lupa kunjungi blogku juga ya, gue juga ikutan lomba ini. thanks :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. ok, insya allah nanti saya mampir di blognya mas dn mbak :D

      Delete
    2. ok, insya allah nanti saya mampir di blognya mas dn mbak :D

      Delete