SEJAK kelas tiga
SD saya suka membaca. Awal rasa cinta saya terhadap buku berawal ketika Pak
Sahmad, kepala sekolah yang merangkap sebagai wali kelasku saat itu membawa
setumpuk buku dan menyuruh kami untuk memilih satu buku. Saat itu aku baru
masuk kelas tiga. Dan saat itu juga aku mengenal buku bacaan. Seminggu sekali
pak sahmad membawa buku bacaan untuk kami baca. Di lain waktu beliau mengajak
kami ke perpustakaan dan menyuruh memilih buku yang kami suka.
Kadang juga,
beliau membawa setumpuk majalah anak-anak dan membagikannya kepada kami. Aku
masih ingat nama majalahnya. Si kuncung dan andaka. Dua majalah anak-anak yang
didedikasikan untuk anak-anak indonesia dan diterbitkan oleh dinas pendidikan.
Kadang ada beberapa edisi majalah yang sengaja tidak dibagikan kepada siswa
karena jumlah eksemplarnya yang terbatas. Diam-diam saya suka menyelinap masuk
ruang UKS –dimana majalah itu di simpan di rak khusus- dan membawanya diam-diam
untuk dibaca di rumah. Ini kenakalan masa kecil yang sangat memalukan tapi sangat
berkesan.
Ketika aku masuk
perpustakaan, buku yang pertama saya cari pasti buku-buku fabel dan dongeng
yang bergambar. Perpustakaan sekolahku jauh dari kata sempurna. Koleksi bukunya
kebanyakan buku-buku lama yang sudah usang sumbangan dari program bantuan
sekolah impres. Satu buku biasanya berhasil saya lahap dalam sekali duduk di
rumah. Dan sisa harinya aku hanya bisa bengong karena tidak ada lagi buku
bacaan yang bisa aku baca. Dan parahnya lagi, sekolah hanya mengizinkan
siswanya untuk meminjam satu buku selama tiga hari. Benar-benar membosankan.
Menginjak kelas
satu SMP, bahan bacaanku mulai berkembang. Seorang husni yang beranjak remaja
tidak lagi berkutat dengan buku-buku dongeng dan cerita anak. Aku mulai
memungut buku majalah-majalah remaja yang
biasa dibaca kawan sekelas. Majalah aneka yess dan novel-novel teentlit yang
bercerita tentang dunia remaja mulai mewarnai hari-hariku. Semua buku dan
malajah itu saya dapatkan dari teman sekelas yang biasa dibelikan buku oleh
bapaknya yang bekerja di kota kabupaten.
Menginjak kelas
tiga SMP aku mulai belajar menulis. Saat itu aku rajin menulis puisi dan
cerpen. Aku menulisnya dengan tulisan tangan di kertas HVS, menjilidnya dan
membawanya ke sekolah. Teman-temanku lumayan antusias membaca karya sederhanaku.
Sayangnya saat itu cerpen-cerpenku tak jauh dari kisah cinta picisan ala anak
remaja metropolitan. Maklum, novel-novel teentlit picisan telah mempengaruhi
pola pikirku.
Setelah lulus
dari SMP, aku melanjutkan ke Madrasah Aliyah di luar kota. Dari sini rasa
sukaku pada dunia literasi tidak memudar. Bedanya, di madrasah aku mengenal
pengetahuan keislaman. Dan perlahan aku juga mulai menekuni buku-buku yang
serius. Buku-buku terjemahan dari timur tengah mulai aku baca seiring rasa
hausku pada pengetahuan agama. Selain itu aku juga mengenal majalah-majalah
islam semacam majalah sabili, arrisalah, hidayah, alkisah, alfurqon dan banyak
lagi yang lainnya. Selain itu aku juga mulai mengenal fiksi islami. Saat itu
teman-temanku banyak mengoleksi kumcer dan novel islami dari penerbit-penerbit
islam yang notabene hasil karya dari para anggota FLP.
Saat itulah aku
mulai penasaran dengan FLP. Apalagi di cover belakang buku selalu dicantumkan
logo FLP setelah logo penerbit buku tersebut. Terlebih lagi banyak endorsement
dari para senior FLP dan biodata para penulis FLP. Saat itu juga aku sangat
tertarik untuk bergabung dengan FLP. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya
menjadi anggota. Lagi pula, sudah beberapa kali aku mencari informasi tentang
FLP cabang tasikmalaya lewat google. Hasilnya nihil. Adapun yang terdekat hanya
ada di jatinangor bandung. Dan itu artinya aku tidak bisa menjadi anggota FLP
jika di daerahku sendiri tidak ada cabang FLP.
Kalau berbicara
tentang FLP, tiba-tiba aku teringat majalah annida. Karena bagaimana pun juga
annida adalah kawah candradimuka bagi para anggota FLP yang rata-rata sukses
menelurkan karya-karya mereka berupa buku. Dan lagi-lagi perkenalanku dengan
majalah annida berawal dari “kebetulan” yang tiada disangka sebelumnya. Ceritanya,
aku diajak temanku untuk berkunjung ke Islamic Book Fair di jakarta pada tahun
2010 silam. Di sana aku menemukan stand majalah ummi (secara aku sudah mengenal
nih majalah karena kakakku sempat berlangganan). Langsung aku beli beberapa
edisi yang sudah terlewat. Tapi tiba-tiba mataku tertuju pada satu nama;
ANNIDA. Pikirku, majalah ummi juga punya ‘saudara’ rupanya. Karena penasaran,
aku langsung kepo buka-buka beberapa edisi. Isinya bagus dan inspiratif. Apalagi
slogannya yang meremaja banget. Ditambah rubrikasinya yang full fiksi islami. Tak
tanggung-tanggung aku langung beli belasan edisi lama.
Ternyata baru aku
tahu bahwa para penulis yang biasa mejengin karya di annida adalah para penulis
novel dan kumcer yang namanya sudah tidak asing lagi di telingaku. Mengingat selama
aku sekolah, aku sering meminjam buku-buku fiksi silami punya temen sekelas. Sebutlah
misalnya Helvi Tiana Rosa, Asma Nadia, Rahmadiyanti Rusdy, Sinta Yudisia,
Afifah Afra, Gol A Gong, Nurul Huda, Pipiet Senja dan banyak lagi yang lainnya
****
Setelah lulus
Madrasah Aliyah aku melanjutkan ke STAI Al-Hidayah jurusan tarbiyah di bogor
melalui jalur beasiswa yang ditawarkan oleh Ma’had al-Huda. Alhamdulillah aku
diterima. Selama masa perkuliahan aku juga diharuskan untuk menjadi relawan CRB
(Cinta Remaja Bangsa), yayasan yang bergerak di bidang pembinaan remaja
indonesia. Kebetulan yayasan CRB dengan kampus STAI bekerja sama dan masih
dalam satu naungan yayasan huda group.
Selama tiga bulan
masa pengkaderan di bogor, dilanjutkan menjadi relawan di depok dan bekasi
selama dua bulan, aku berkesempatan untuk berkiprah di daerah solo. Aku dan
teman-temanku sangat menikmati hari-hari di kota solo. Bagaimana tidak, solo
adalah kota yang sangat eksotis bagiku. Banyak tempat-tempat yang begitu
berkesan dan salahsatu kesan baik dari solo adalah tempat belanja buku yang
lumayan banyak. Aku selalu menyempatkan paling tidak sebulan sekali untuk
belanja buku-buku murah di Pasar Klewer, taman sriwedari, Gramedia, Toga mas
dan Arrofah.
Di solo pula,
impianku untuk bisa mengenal FLP lebih dekat bisa terwujud. Qodarullah, suatu
ketika aku mendapatkan informasi ada pameran buku murah di goro Assalam
hypermart. Dan hari pertama aku langsung berkunjung ke sana. Tak lupa meminta
brosur jadwal kegiatan yang diadakan oleh pihak panitia.
Salah satu
kegiatan yang membuat aku kesengsem adalah acara kepenulisan dengan tema
Writing Simple Story bersama Mas Opik Oman, sang ketua FLP Solo Raya. Mengetahui
di solo ada FLP, aku menjadi bersemangat dan harapanku untuk menjadi anggota
semakin menggebu-gebu.
Setalah acara
selesai, aku langsung mencatat nomor WA Opik Oman dan mulai chating nanya-nanya
bagaimana caranya jadi anggota FLP. Sayangnya, perekrutan anggota diadakan
setahun sekali. Jadi, aku harus menunggu tahun depan. Tapi mas oman bilang,
jadi anggota FLP itu bukan hal yang paling urgent. Percuma jadi anggota tapi
kagak berkarya. Yang penting sekarang kamu asah ketrampilan menulismu, begitu
katanya. Aku pikir benar juga.
Maka Mas Oman
menawariku untuk ikut program KEMECER (Kelas Menulis Cerita) yang diadakan okeh
FLP Solo setiap hari sabtu. Aku sangat antusias dan berharap bisa mengikuti
setiap sabtunya. Sayangnya, hari sabtu adalah hari dimana aku punya jadwal
mengajar ekstrakulikuler BTQ di salah
satu SMK Swasta di kota surakarta. Aku pikir, mungkin masih belum rezekiku ikut
FLP. Kebayang betapa kecewanya anak-anak binaanku kalau seandainya aku absen
mengajar alquran gara-gara ikut kelas KEMECER.
Dan rupanya Allah
mengetahui bagaimana keinginanku. Pihak sekolah tempat aku mengajar mengatakan
bahwa ada kegiatan dadakan di hari sabtu. Sehingga jadwal mengajarku diliburkan
satu minggu. Aku tersenyum lega. Jadi aku bisa punya kesempatan ikut KEMECER
walau hanya satu hari.
Ketika bertemu
dengan mas Oman saya mengatakan keinginanku untuk ikut program KEMECER, tapi
lewat WA. Dimana saya mengirimkan cerpen-cerpen saya lewat email dan Mas Oman
bisa mengoreksi dan membedah karya saya di WA. Mas Oman setuju, mengingat dia
juga tahu kesibukan saya pada hari sabtu sehingga tidak bisa mengikuti
programnya. Bahkan ia sangat antusias ketika membedah karya saya. Mas Oman
berjanji akan memasukan salahsatu karya saya ke dalam buku Antologi bersama FLP
Solo Raya dan diterbitkan secara Indie. Alhamdulillah...
No comments:
Post a Comment